Jumat, 09 Januari 2009

Profesionalisme Perawat


Dalam suatu kesempatan saya teringat akan kata-kata seorang teman yang sekaligus juga dosen saya yaitu Edy Wuryanto ( Purek II Universitas Muhammadiyah Semarang / Unimus) yang mengatakan tentang Profesionalisme keperawatan, beliau mendefinisikan Profesionalisme keperawatan sebagai kontrak sosial antara elite profesi keperawatan dengan masyarakat. Masyarakat telah memberikan kepercayaan kepada perawat, maka perawat harus menjawab dengan memberikan standar kompetensi yang tinggi ,dan tanggungjawab moral yang baik.

Dari pernyataan mas Edy tersebut, saya mencoba menguraikannya satu persatu serta mengkompilasikan dengan berbagai sumber dan pendapat para tokoh.Dalam pernyataan tersebut ada kata kunci yang dapat saya ambil yaitu kontrak sosial.
Kontrak sosial dapat didefinisikan sebagai suatu persetujuan untuk mencapai sesuatu maksud atau tujuan antara 2 pihak atau lebih baik secara tertulis atau lisan. Dalam definisi kontrak social ini terkandung maksud adanya persetujuan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan tentu saja antara perawat dengan klien/keluarga penerima jasa layanan keperawatan. Lazimnya sebuah kontrak tentu saja ada isi pokok persetujuan dan dalam pelayanan keperawatan tentu saja adalah bentuk jasa yang ditawarkan oleh perawat kepada kliennya. Pelayanan seperti apa yang ditawarkan oleh perawat dan disetujui oleh klien,tentunya adalah pelayanan professional.
Gsianturi dalam tulisannya mengutip pernyataan Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).

Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.

Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.
Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.

Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi (registered nurse) yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Nah...jadi jelas sudah bahwa untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kontrak sosial yang disepakati, maka diperlukan berbagai komponen baik yang berasal dari internal profesi keperawatan itu sendiri selaku penentu kompetensi maupun dari regulator (dalam hal ini pemerintah melalui Departemen Kesehatan) selaku pemberi kewenangan formal.

Pertanyaannya adalah sejauh manakah upaya pemerintah/ Depkes dalam melaksanakan fungsinya tersebut sehingga dapat menjamin terlaksananya PELAYANAN PROFESIONAL perawat kepada masyarakat ?

1 komentar:

tiyo avianto mengatakan...

lha ini baru nendang......

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template