Sabtu, 24 Januari 2009

Kumpulan Askep: ENDOCARDITIS

Kumpulan Askep: ENDOCARDITIS




Selengkapnya....

Jumat, 23 Januari 2009

Dibalik Nikmatnya Sebatang Rokok


Seringkali kita melihat orang-orang di berbagai tempat dan berbagai penjuru negeri ini begitu asyiknya menghisap dan menikmati rokok. Bahkan seringkali terlihat bukan hanya orang-orang dewasa saja melainkan juga anak-anak dan remaja yang tampak begitu asyik dan bangganya dengan rokok dalam genggaman jemari mereka. Memang benar bahwa rokok sampai saaat ini masih menjadi dilema pemerintah dan dilema sosil kemasyarakatan. Disatu sisi rokok dengan berbagai industrinya yang bersifat massal dan menyerap banyak tenaga kerja sangatlah membantu pemerintah dalam mengentaskan angka pengangguran sementara disisi lain rokok dengan berbagai bahayanya menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah dalam menanggulanginya.

Seirama dengan dilema yang dihadapi pemerintah, demikian pula dalam tata kehidupan di masyarakat dimana rokok telah mensugesti banyak orang dengan dalih meningkatkan ide dan semangat kerja dan berkarya disatu sisi dan meninggalkan persoalan lain berupa tingginya beban pengeluaran keuangan dan dampak social lain terutama pada lingkup pergaulan anak dan remaja.
Dalam konteks tulisan ini, saya tidaklah akan membahas berbagai permasalahan pemerintah maupun kemasyarakatan yang ada terkait rokok, karena memang hal itu bukanlah bidang saya. Kali ini saya akan sedikit mengupas sesuatu yang terkandung dalam kenikmatan sebatang rokok.
Rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan ketagihan dan ketergantungan. Rokok terbuat dari bahan utama tembakau dengan beberapa kandungan tambahan seperti kertas, plastik, cengkeh, aroma, penambah rasa dan berbagai zat lainnya sebagai pengawet. Adanya berbagai zat,unsur dan bahan –bahan dalam sebatang rokok ini tentunya mempunyai berbagai efek baik yang bernilai positif maupun bernilai negative bagi para penghisapnya.
Berbagai zat yang terkandung dalam sebatang rokok ini marilah kita kupas satu-persatu. Zat yang sudah lazim dikenal oleh masyarakat dari sebatang rokok adalah Nikotin. Zat ini merupakan senyawa kimia yang terlarut dalam darah, zat ini akan memberikan efek ketergantungan terhadap tubuh baik secara fisik maupun psikologis sehingga yang bersangkutan akan merasa tidak nyaman bila belum menghisapnya.
Zat lainnya yang juga sudah banyak dikenal adalah Tar, yaitu senyawa karbon kompleks yang mempengaruhi metabolisme sel pemacu kanker. Karbon monoksida, mrupakan zat lain yang terkandung dalam rokok yaitu zat yang mempunyai daya rekat dengan butir darah merah lebih besar dari oksigen, apabila konsentrasinya tinggi. Hydrogen syanida juga dapat kita temukan dalam rokok, zat ini adalah senyawa racun dimana dalam konsentrasi rendah dapat membunuh manusia.
Ada banyak lagi berbagai zat yang dapat kita temukan dalam sebatang rokok seperti Aceton yang pada dasarnya merupakan pelarut kimia untuk cat kuku, cat kapal, fiberglass, dll. Dalam tubuh manusia, zat ini mempunyai efek dalam merusak sel. Toluiding, Zat kimia yang digunakan dalam industri cat, plastik, dan lain lain. Ada juga Amonia yaitu kimia pelarut dan industri dimana dalam tubuh manusia dengan konsentrasi tinggi akan dapat menyebabkan kematian.
Urethane dan toluene merupakan zat yang digunakan pada industri untuk pelarut dan fiberglass polyurethane, zat inipun seringkali kita temukan dalam sebatang rokok, dapat kita bayangkan bagaimana jadinya tubuh kita bila mengkonsumsi kedua zat ini.
Selain itu masih banyak lagi zat-zat yang dapat kita temukan dalam sebatang rokok yang memiliki efek merusak bagi tubuh diantaranya : Methanol zat ini dapat meracuni syaraf pada mata, Pyrene yang merupakan senyawa kimia berbahaya terhadap pembuluh darah, Napthale biasa di gunakan sebagai bahan dasar kapur barus. Zat lainnya lagi seperti Cadmium , Senyawa untuk pembuatan accu, Vinil chloride Senyawa plastic, Arsenil yang merupakan racun terhadap sel dan popular dalam kasus terbunuhnya Aktivis HAM Moenir. Phenol Merupakan zat yang bersifat iritan terhadap sel, DDT yang biasa digunakan sebagai racun untuk nyamuk, dan unsur-unsur lainnya.
Dengan badanya berbagai zat yang terkandung dalam sebatang rokok tersebut, menjadikan rokok sebagai salah satu monster pembunuh yang banyak memakan korban…… namun banyak yang tidak menyadarinya. Hal ini dikarenakan rokok tidaklah seperti pembunuh yang sebenarnya dimana dengan sebilah senjata dan langsung menyebabkan kematian, namun rokok membunuh dengan melalui sebuah proses. Lalu seperti apa sih proses ataupun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok terhadap tubuh manusia ?
Marilah kembali kita sisiri satu persatu. Rokok dapat menyebabkan gagangguan fungsi normal pada Otak, Jantung, fungsi Sexual. Selain itu pada rokok berpengaruh pula pada Kulit dan otot dimana kulit cepat tua bahkan menghitam. Pada paru-paru dan tenggorokan dapat menimbulkan resiko kanker, dalam Saluran cerna dapat menyebabkan Ulkus peptikum, spasme otot, dan kronis ulserasi. Resiko lainnya dari sebatang rokok adalah pada Kelenjar ludah perut pancreas.
Stroke,resiko hipertensi, darah rusak, pembuluh darah rapuh dan menutup/ tersumbat juga merupakan salah satu ancaman yang ditimbulkan oleh sebatang rokok. Batuk karena iritasi dan keringnya tenggorokan akibat asap dan zat kimia lainnya merupakan salah satu efek negative yang biasanya dapat dirasakan dalam jangka waktu relative pendek oleh para penghisap rokok.
Demikianlah apa yang terkandung dalam sebatang rokok yang kecil, mungil, dan imut-imut itu ternyata demikian hebatnya pengaruh yang dapat diakibatkan terhadap tubuh kita. Jadi… Kenalilah dahulu ROKOK Sebelum kita menghisapnya.

Selengkapnya....

Sabtu, 17 Januari 2009

Correlation Between Nurses’ Work Motivation and Nurses’ Work Satisfaction in The Inpatient Ward of BRSUD Kabupaten Batang

Work productivity of nurses in the inpatient ward will easily be achieved if the nurses have a pleasant perception concerning their job. The nurses positive perception concerning their job is the source of work satisfaction that may increase their work motivation. This can be understood as an inner drive or the spirit of working.

This study is aimed at gaining information on the degree of nurses’work motivation and nurses’work satisfaction in the inpatient ward and to know whether or not there is a correlation between the two variables. This study belongs to descriptive correlational study with cross sectional approach. The instrument used in this study is questionnaire given to 55 nurses in the inpatient ward of BRSUD Kabupaten Batang. The data are processed and analyzed quantitatively using univariat and bivariat analysis. The Bivariat analysis uses Rank Spearman test. Significance is determined by p-value < 0.05.
The results of the study shows that sub variable of the nurses’ work motivation having significant correlation with the nurses’ work satisfaction is the motivation of power. This is shown by significance test where significance value (p-value is 0.029) < 0.05. This is probably because the respondents have the perception that working is a way to gain personal satisfaction by getting power and by using the power to ward others.
Increasing nurses’ work motivation and nurses’ work satisfaction can be understaken through the management of BRSUD Kabupaten Batang by giving job enrichment, enlarging participation and independence, rotation and appropriate placement according to their competence, giving freedom to serve patient and by acknowledgment and rewrd based on their achievement.

Key words : Work motivation, work satisfaction, and nurses' perception.

Selengkapnya....

Rabu, 14 Januari 2009

What is the HIV ?

HIV( Human Imunodeficiency Virus) It is a retrovirus, which uses its RNA and the host’s DNA to make viral DNA. It has a long incubation period (clinical latency).It consist of a cylindrical center surounded by sphere-shaped lipid envelope. The center consist of two single strands of ribonucleic acid (RNA).It causes severe damage to and eventually destroys immune system by utilizing the DNA of CD4 lymphocytes to replicate itself. In process, the virus destroys the CD4 lymphocytes

HIV lifecycle
Host cells infected with HIV have a very short lifespan, Therefor, HIV is continuously using new host cells to replicate itself.Up to 10 million individual viruses are produced daily, In the first 24 hours after exposure, the virus attack s or is captured by dendritic cells (type of phagocyte) in the mucous membranes and skin.Whithin five days of exposure, infected cells make their way to lymph nodes and eventually to the peripheral blood, where viral replication becomes very rapid.The five phases are : binding and entry, reverse transcription, replication, budding, and maturation.

Selengkapnya....

Jumat, 09 Januari 2009

Profesionalisme Perawat


Dalam suatu kesempatan saya teringat akan kata-kata seorang teman yang sekaligus juga dosen saya yaitu Edy Wuryanto ( Purek II Universitas Muhammadiyah Semarang / Unimus) yang mengatakan tentang Profesionalisme keperawatan, beliau mendefinisikan Profesionalisme keperawatan sebagai kontrak sosial antara elite profesi keperawatan dengan masyarakat. Masyarakat telah memberikan kepercayaan kepada perawat, maka perawat harus menjawab dengan memberikan standar kompetensi yang tinggi ,dan tanggungjawab moral yang baik.

Dari pernyataan mas Edy tersebut, saya mencoba menguraikannya satu persatu serta mengkompilasikan dengan berbagai sumber dan pendapat para tokoh.Dalam pernyataan tersebut ada kata kunci yang dapat saya ambil yaitu kontrak sosial.
Kontrak sosial dapat didefinisikan sebagai suatu persetujuan untuk mencapai sesuatu maksud atau tujuan antara 2 pihak atau lebih baik secara tertulis atau lisan. Dalam definisi kontrak social ini terkandung maksud adanya persetujuan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan tentu saja antara perawat dengan klien/keluarga penerima jasa layanan keperawatan. Lazimnya sebuah kontrak tentu saja ada isi pokok persetujuan dan dalam pelayanan keperawatan tentu saja adalah bentuk jasa yang ditawarkan oleh perawat kepada kliennya. Pelayanan seperti apa yang ditawarkan oleh perawat dan disetujui oleh klien,tentunya adalah pelayanan professional.
Gsianturi dalam tulisannya mengutip pernyataan Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).

Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.

Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.
Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.

Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi (registered nurse) yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Nah...jadi jelas sudah bahwa untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kontrak sosial yang disepakati, maka diperlukan berbagai komponen baik yang berasal dari internal profesi keperawatan itu sendiri selaku penentu kompetensi maupun dari regulator (dalam hal ini pemerintah melalui Departemen Kesehatan) selaku pemberi kewenangan formal.

Pertanyaannya adalah sejauh manakah upaya pemerintah/ Depkes dalam melaksanakan fungsinya tersebut sehingga dapat menjamin terlaksananya PELAYANAN PROFESIONAL perawat kepada masyarakat ?

Selengkapnya....

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam menciptakan hubungan antar manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Pelayanan kesehatan dimana profesi keperawatan menjadi sub sistemnya menempatkan komunikasi menjadi sesuatu yang lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengamalan ilmu untuk menolong sesama memerlukan beberapa kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).Demikian pula seorang perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.


Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,namun juga dapat mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan,sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka adalah memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Selain komunikasi verbal, adapula Komunikasi non-verbal yaitu pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.Komunikasi model ini merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Dalam konteks pelayanan kesehatan terutama diklinik atau rumah sakit dimana perawatlah yang selalu mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan,maka perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memerlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian..


Selengkapnya....

Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien


Tinkah laku dan peranan seseorang merupakan suatu hal yang selalu mengikuti kemanapun dalam setiap kejadian kehidupan, bahkan tingkah laku dan peranan biasanya terjadi karena merupakan suatu respons terhadap keadaan tertentu. Demikian pula kejadian sakit dan penyakit telah memicu respons tingkah laku dan peran yang berbeda pada diri seseorang.
Mecahanic dan Volkhart(1961)mendefinisikan tingkah laku sakit sebagai suatu cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi tubuh yang kurang baik.

Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa peranan sakit dan peranan pasien.
Seorang dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan atau memanggil dokter.
Namun demikian ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah didefinisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tersebut tidak dapat melakukan sebagaian atau seluruh peranana normalnya yang berarti mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-orang di sekelilinngnya, maka barulah dikatakn bahwa seseorang itu melakukan peranan sakit.
Apabila kemudian dokter dihubungi dan si individu bertindak menurut instruksinya maka peranan pasien itu menjadi kenyataan.

Tingkah laku sakit, peranana sakit dan peranana pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor Seperti Kelas sosial, suku bangsa, dan budaya yang berlaku di suatu tempat.

Selengkapnya....
Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template